Jakarta, CNN Indonesia — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bekerja sama dengan Australian Transaction Reports and Analysis Centre (Austrac) berhasil membongkar jaringan pendanaan terorisme transnasional yang melibatkan Indonesia dan Australia.
“Kerja sama PPATK dengan Austrac, semacam PPATK-nya Australia, sudah berlangsung sejak tiga tahun lalu. Berdasarkan hasil kajian kami, kami menemukan pengiriman uang terkait terorisme dari Australia ke Indonesia mencapai miliaran. Ada sekitar Rp7 miliar,” kata Wakil Kepala PPATK Agus Santoso di Jakarta.
Dana Rp7 miliar itu, ujar Agus, berasal dari warga negara Australia, bukan warga negara lain atau warga negara Indonesia yang tinggal di Australia. Dana tersebut, menurut PPATK, terhitung cukup besar dan dikumpulkan sedikit demi sedikit oleh teroris.
“Dana Rp7 miliar yang masuk ke Indonesia itu dari orang Australia. Mereka punya yurisdiksi sendiri,” kata Agus.
Masuknya dana teroris dari Australia ke Indonesia itu diduga melibatkan perempuan Indonesia. “Misal orang Australia mengirim dari rekening miliknya di Australia ke rekening di Indonesia atas nama A, perempuan,” ujar Agus.
Mereka yang dikirimi uang, kata Agus, memang masuk ke dalam daftar orang-orang atau yayasan terduga teroris yang dipegang Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri.
“PPATK sendiri tidak punya data jaringan teroris. Kami dapat nama-nama dari Densus 88, lalu kami konfirmasi. Kami sebut mereka (orang-orang terkait aliran dana teroris) ini jaringan karena pengirim mentransfer uang ke si A B C D E yang oleh Densus sudah dimasukkan ke daftar terduga teroris,” kata Agus.
Berdasarkan penelusuran PPATK, uang tersebut kemudian digunakan untuk melatih teroris di tempat-tempat tertentu, membeli senjata, dan membiayai kehidupan para teroris.
Peredaran dana teroris transnasional ini, ujar Agus, tak bisa hanya ditanggulangi Indonesia dan Australia. Oleh sebab itu Agus sebagai Ketua PPATK ASEAN, bersama Australia, berencana mengundang 19 negara dan lima badan multilateral untuk membicarakan hal itu lebih dalam.
“Saya ingin mengundang negara-negara yang berbatasan dengan Indonesia, seperti Filipina, Malaysia, Singapura, dan Thailand, untuk duduk bersama. Karena biasanya jalur mereka (teroris) ke Suriah dari Indonesia ke Malaysia, Thailand Selatan, lalu Turki. Latihannya mungkin di Filipina,” kata Agus.
Meningkatnya ancaman terorisme dan meluasnya perputaran duit terkaitnya, dipandang Agus mesti jadi momentum untuk mengembangkan hubungan kerja sama analisis transaksi keuangan dari yang semula antara Indonesia dan Australia saja menjadi dengan Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipana.
“Indonesia ingin mendorong keenam negara bersama-sama membangun national risk assessment (NRA). Jadi kami tahu ‘lubang’-nya di mana saja. Paling rawan di cash courier,” ujar Agus.
NRA yang dimaksud Agus ialah penilaian komprehensif awal atas risiko pencucian uang dan pendanaan teroris. Hal ini biasa dilakukan oleh PPATK.
Aliran dana teroris internasional yang masuk ke Indonesia bukan hal baru. Kucuran dana itu disebut berasal dari beberapa daerah yang selama ini dikategorikan dunia internasional sebagai wilayah rawan terorisme.
Temuan dana terkait teroris dari Australia ke Indonesia dikemukakan pekan lalu oleh Ketua PPATK Muhammad Yusuf. Hal itu juga jadi bahasan pemerintah RI dalam International Counter-Terrorism Summit yang berlangsung di Sydney, Australia, pertengahan November.
“Ada orang di Australia menerima sumbangan dari luar negeri. Sumbangan itu lalu dia kirimkan ke Indonesia,” kata Yusuf.
Sebagai langkah antisipasi atas temuan itu, negara-negara peserta International Counter-Terrorism Summit di Sydney itu sepakat melakukan pertukaran analisis transaksi keuangan regional.(agk)
Komentar