oleh

Komisi III DPR: Sebenarnya Tak Sulit Menangkap Santoso

-Nasional-54 Dilihat

Jakarta, CNN Indonesia — Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Muhammad Nasir Djamil menganggap bahwa untuk menangkap teroris Santoso alias Abu Wardah sebenarnya bukan pekerjaan sulit bagi Polri dan TNI. Nasir, yang komisinya bermitra kerja dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mempertanyakan belum berhasilnya aparat keamanan gabungan menangkap pimpinan Mujahidin Indonesia Timur di Sulawesi Tengah itu.

“Aparat keamanan kan punya teknologi untuk melacak. Terus punya detasemen tempur juga,” ujar anggota Nasir kepada CNN Indonesia, Ahad (17/1). Jadi, kata dia, kalau selama ini alasannya karena medan yang sulit, tidak benar juga.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu menyatakan sesulit apapun masalah geografis yang berupa hutan-hutan dan gunung di Poso, tetap tidak bisa dijadikan alasan pembenaran bagi kepolisian untuk tidak bisa cepat menangkap Santoso dan pengikutnya.

“Polisi kan selama ini juga dibantu TNI melalui aparat gabungan,” ucapnya. “Kita semua tahulah bagaimana kehebatan kemampuan pasukan TNI dan Polri yang terlatih dalam menangkap penjahat, termasuk peralatan tempurnya, teknologinya,” lanjut dia.

Menurut Nasir kalau Santoso sulit dilumpuhkan berarti ada sesuatu yang salah. “Artinya ada pengkhianat-pengkhianat bangsa yang ingin bermain di situasi seperti itu,” kata Nasir.

Nasir mengingatkan masyarakat akan bertanya-tanya pada keseriusan aparat keamanan yang hingga kini belum juga berhasil menumpas Santoso. “Kalau begini kan masyarakat jadi bertanya-tanya Santoso itu antara ada dan tiada. Itu yang harus dijawan oleh Polri,” ujar dia.

DPR, kata Nasir, tentunya memberi dukungan penuh kepada aparat keamanan dalam setiap memerangi terorisme, termasuk soal peningkatan dana operasi. “Kami beri dukungan moral dan anggaran,” ucapnya.

Nasir mengatakan dukungan yang akan diberikan juga terkait soal adanya keinginan pemerintah yang mendorong parlemen untuk merevisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. “Saya tidak apriori untuk merevisi undang-undang tapi sebelum melakukan revisi harus ada evaluasi dulu dari pemerintah,” tuturnya.

Dia menambahkan pemerintah mesti lebih dulu mengevaluasi regulasinya, aparatnya, sarana prasarananya, hingga evaluasi antarlembaga. “Kalau semua itu sudah dilakukan baru revisi UU-nya bila memang diperlukan,” kata Nasir.

Selama ini, menurut Nasir, pemerintah terkesan tambal sulam dalam menghadapi ancaman bahaya terorisme. (obs)

Komentar